300 Pengurus Mundur, PKS Tangerang Bilang 'Hilang Satu Tumbuh Seribu'

300 Pengurus Mundur, PKS Tangerang Bilang 'Hilang Satu Tumbuh Seribu'Sekretaris Umum DPD PKS Kabupaten Tangerang Ahmad Syahril. ©2019 Merdeka.com/kirom
 300 Pengurus DPD PKS Kabupaten Tangerang mengundurkan diri dari partai. Mereka mundur karena merasa tak sejalan lagi dengan pimpinan parpol. Apalagi, pergantian pengurus dilakukan cuma melalui surat dari DPP PKS.
Terkait hal itu, Sekretaris Umum DPD PKS Kabupaten Tangerang 2019-2024 Ahmad Syahril, menekankan, rekomposisi kepengurusan partai tingkat DPD di tubuh PKS Kabupaten Tangerang, adalah hal biasa.
"Bahwa rekomposisi adalah biasa, untuk penyegaran," kata Ahmad Syahril di Gedung DPRD Kabupaten Tangerang, Senin (9/9).
Ahmad Syahril mengaku juga mempertanyakan, angka 300-an kader yang menyatakan mundur dari kepengurusan dan kader PKS tingkat DPD Kabupaten Tangerang tersebut.
"Klaim 300 itu perlu pembuktian, dan klaim seluruh pengurus juga perlu pembuktian. Saya kira yang hadir 100 orang juga enggak sampai. Pada dasarnya mereka bukanlah baju PKS, hanya mencari momentum saja. Kita pada dasarnya juga sudah menungu, termasuk pernyataan tertulisnya," kata Syahril.
Dia menyebutkan, dinamika keluarnya 300 pengurus dan kader PKS tersebut dalam komposisi kepartaian adalah hal biasa.
"Bahwa PKS adalah partai kader, hilang satu tumbuh seribu. Sebenarnya tidak pernah ada masalah. Keharmonisan sangat berjalan, saat kampanye kemarin juga kita semangat," katanya.
Pada dasarnya, lanjut Syahril, pada (15/8) lalu, kepengurusan DPD PKS Kabupaten Tangerang 2019-2024 telah sesuai, dengan dibacakannya SK DPW yang dibacakan DPTW.
"Jadi pergantian kemarin adalah instruksi DPP, yang diganti SK DPTD (dewan pimpinan tinggi daerah), yang dibacakan Dewan Pimpinan Tinggi Wilayah (DPTW), dah dihadiri oleh demisioner," katanya.
Sebelumnya, 300 Pengurus dan kader Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Kabupaten Tangerang, mengundurkan diri (demisioner) dari kepengurusan dan keanggotaan PKS 2015-2020.
Sekretaris Umum DPD PKS Kabupaten Tangerang, Dwinanto mengungkapkan, pengunduran diri 300 pengurus dan kader partai ini, akibat sudah tidak ada lagi persamaan pandangan dalam menjalankan roda kepengurusan partai.
"Secara umum kami menilai arah kebijakan pimpinan partai kami tidak sesuai lagi dengan semangat perjuangan kami," kata Dwinanto, Senin (9/9).
Diterangkan dia, 300-an orang yang mengundurkan diri dari keanggotaan DPD PKS Kabupaten Tangerang itu, adalah pengurus periode tahun 2015-2020 dan kader.
"Dari yang resign total 300an, pengurus 2015-2020 dan berhenti di 2019 dan sekarang sudah ada pengurus baru," ungkap dia. [rnd]
Share:

Batal Raker dengan Menkeu, Ini Penjelasan Anggota Komisi XI DPR

Batal Raker dengan Menkeu, Ini Penjelasan Anggota Komisi XI DPRMukhamad Misbakhun. ©2019 Merdeka.com
 Legislator Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menepis pemberitaan yang menyebut Komisi XI DPR menjadi biang batalnya rapat kerja (raker) untuk membahas rencana kerja anggaran kementerian lembaga (RKAKL) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Tahun 2020 pada Jumat lalu (6/9).
Anggota Komisi XI DPR itu merasa perlu menyampaikan klarifikasi karena pemberitaan soal pembatalan rapat yang dihadiri Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati itu masih sepihak.
"Itu bukan pembatalan yang pertama kali terjadi di Komisi XI DPR. Rapat itu adalah kelanjutan dari raker maraton dan publik harus tahu penyebabnya," ujar Misbakhun di Jakarta, Senin (9/9).
Misbakhun menjelaskan, pada Jumat lalu Komisi XP DPR sudah menggelar rapat dengan mitranya sejak pukul 09.00. Antara lain dengan Kemenkeu dan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang diusulkan menerima suntikan modal melalui RAPBN 2020, yakni PT Geo Dipa, PT Pusat Investasi Pemerintah dan PT Sarana Multigriya Finance.
Rapat itu juga untuk membahas penyertaan modal negara (PMN) bagi BUMN di lingkungan Kemenkeu itu juga dihadiri Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Dirjen Kekayaan Negara dan Dirjen Perbendaharaan. "Rapatnya dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR Supriyatno dan saya hadir di rapat sejak awal," katanya.
Selanjutnya rapat diskors untuk salat Jumat dan baru dilanjutkan pada pukul 13.45. Agendanya adalah pertanyaan dan pendalaman.
"Semua pertanyaan dan pendalaman selesai pada pukul 15.45 WIB. Dilanjutkan dengan dengan rapat internal Komisi XI soal pengambilan keputusan," katanya.
Namun, Komisi XI DPR secara internal memutuskan untuk melanjutkan rapat itu pada pukul 19.00 WIB. Agendanya adalah pengambilan keputusan RKAKL Kemenkeu 2020 dan PMN APBN 2020.
Hanya saja, Undang-undang MPR, DPR, DPD dan DPRD mensyaratkan rapat untuk mengambil keputusan di komisi harus dihadiri setidaknya dua wakil ketua. Menurut Misbakhun, sekretariat Komisi XI DPR juga mengabarkan setiap perkembangan kepada pihak Kemenkeu.
"Pada rapat internal Komisi XI pun diputuskan sedang mengusahakan kehadiran pimpinan lainnya untuk memimpin. Setiap perkembangan di informasikan dengan sangat baik oleh sekretariat Komisi XI dengan penghubung Kemenkeu biro KLI dan protokoler Menkeu," paparnya.
Misbakhun menjelaskan, aturan dalam UU MD3 yang mensyaratkan rapat komisi harus dihadiri minimal dua orang pimpinan justru demi memperkuat legitimasi atas persetujuan yang diberikan DPR kepada RKAKL Kemenkeu 2020. "Anggarannya mencapai Rp 44 triliun lebih dan besarnya PMN untuk BUMN Kemenkeu mencapai Rp 54 Triliun lebih," sebutnya.
Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, rapat kerja pada Jumat lalu (6/9) merupakan kelanjutan dari raker sebelumnya yang dilakukan secara maraton hingga dini hari. Menurutnya, pembatalan raker Komisi XI DPR dengan Menkeu juga bukan kejadian pertama.
"Pembatalan itu bukan yang pertama kali terjadi. Justru lebih sering pembatalan agenda rapat di Komisi XI terjadi karena alasan Kemenkeu disebabkan Menkeu SMI sedang rap dengan presiden, Bu Menteri mendadak dipanggil presiden, atau sedang perjalanan dinas ke luar negeri,"ujar Misbakhun.
Karena itu Misbakhun menepis pemberitaan yang menyebut Menkeu SMI menunggu selama enam jam di DPR untuk rapat yang yang tak jadi berlangsung. "Kalau dikatakan bahwa Bu SMI menunggu sampai enam jam di DPR, penjelasannya tidak bisa sepihak dari Menkeu semata," pungkasnya. [bal]
Share:

SBY: Demokrasi Tak Harus Diselesaikan dengan Sistem One Person One Vote

SBY: Demokrasi Tak Harus Diselesaikan dengan Sistem One Person One VoteSBY Gelar Tahlilan 100 Hari Ibu Ani. ©Liputan6.com/Faizal Fanani
 Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyinggung soal harapan terhadap kehidupan perpolitikan Indonesia ke depan. Dia ingin proses demokrasi mencari pemimpin atau wakil rakyat tidak selalu diputuskan dengan sistem satu orang, satu suara.
"Demokrasi tak harus selalu diwarnai dan diselesaikan dengan sistem one person, one vote. Tapi juga ada semangat lain. Kompromi dan konsensus yang adil dan membangun bukanlah jalan dan cara yang buruk," kata SBY di Pendopo Puri Cikeas, Bogor, Senin (9/9).
Dia juga menyoroti fenomena pemenang pemilu bisa mengambil kekuasaan. Menurutnya, kondisi ini tidak relevan dengan semangat kekeluargaan dan karakteristik masyarakat yang majemuk.
"Prinsip 'the winner take all' yang ekstrim seringkali tidak cocok dengan semangat kekeluargaan dan keterwakilan bagi masyarakat dan bangsa yang majemuk," ujar dia.
Presiden ke-6 RI berharap perpolitikan ke depan bisa menjadi politik yang baik bagi bangsa yang majemuk seperti Indonesia. Dia berharap perpolitikan di Indonesia makin guyub dan teduh.
"Esensinya, ke depan, politik kita harus makin menjadi politik yang baik bagi bangsa yang majemuk," tandas SBY[ray]
Share:

DPR Minta 10 Capim Buat Pernyataan Soal Komitmen jadi Pimpinan KPK

DPR Minta 10 Capim Buat Pernyataan Soal Komitmen jadi Pimpinan KPKarsul sani. ©2019 Merdeka.com/hari ariyanti
 Komisi III DPR akan meminta calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK) periode 2019-2023 membuat surat pernyataan tertulis. Surat itu berisi komitmen para capim terkait materi yang kemungkinan akan ditanya dalam uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper.
"Cuma surat pernyataan biasanya standar. Nah kali ini untuk fit and proper test capim KPK surat pernyataannya tidak standar. Tetapi yang standar plus nanti ditambah hal-hal yang merupakan komitmen," kata Anggota Komisi III DPR, Arsul Sani di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/9).
Arsul mencontohkan salah satu komitmen yang akan dilihat Komisi III dalam surat saat fit and proper test. Semisal terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Kami tidak mau lagi di fit and proper test bilang setuju bahkan di awal masa jabatan bilang setuju, tapi begitu menggelinding suatu isu mendapatkan pressure dari publik dan sipil dan ingin populer atau tidak ingin kehilangan popularitas kemudian berbalik nggak setuju. Kami tidak ingin kultur seperti itu. Kalau tidak setuju, ya tidak setuju saja," ungkapnya.
Arsul tidak bisa memastikan apakah capim yang tidak setuju dengan Revisi UU KPK akan sulit dipilih oleh Komisi III. Dia hanya bisa menegaskan pihaknya selalu mendahulukan penilaian terkait integritas.
"PPP tidak akan menjadikan itu sebagai faktor dominan. Karena kami harus konsisten bahwa penilaian utama terdiri dari 3 komponen. Pertama, integritas. Kedua, kompetensi. Ketiga, leadership," ucapnya.
Sekjen PPP ini mengatakan, surat pernyataan itu akan perkuat dengan materai. Serta akan menjadi semacam kontrak jika nantinya calon tersebut terpilih sebagai komisioner KPK.
"Ya tentu surat pernyataan menurut peraturan bermaterai memang harus di atas materai ditekennya. Dan itu menjadi semacam 'kontrak politik' antara calon dengan DPR kalau dia terpilih nantinya," ucapnya.
Diketahui, Komisi III sudah memulai proses fit and proper test capim KPK. Proses tersebut dimulai dengan pembuatan makalah dari 10 capim terpilih. Tahapan selanjutnya akan ada wawancara capim pada Rabu (11/9) dan Kamis (12/9). Dari hasil seleksi itu DPR yahya akan memilih lima orang capim terpilih. [lia]
Share:

SBY: Ekonomi Indonesia Harus Tumbuh, Berkeadilan dan Berkelanjutan

SBY: Ekonomi Indonesia Harus Tumbuh, Berkeadilan dan BerkelanjutanSBY Gelar Tahlilan 100 Hari Ibu Ani. ©Liputan6.com/Faizal Fanani
 Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono membacakan pidato Kontemplasinya di Puri Cikeas, Bogor, Senin (9/9). Salah satu isu yang disoroti adalah sektor ekonomi.
Menurutnya, ekonomi Indonesia harus tumbuh. Namun, menurutnya, pertumbuhan ekonomi harus dibarengi dengan keadilan bagi rakyat Indonesia.
"Ekonomi Indonesia mesti tumbuh. Bukan hanya tumbuh namun tumbuh berkeadilan dan berkelanjutan," kata SBY di Puri Cikeas.
Demi menciptakan keadilan di bidang ekonomi, kata SBY, dibutuhkan saling bekerjasama dan ikhtiar. "Untuk membangun bangsa yang adil dan makmur nilai yang mesti kita anut adalah marilah kita berikhtiar seraya bergandengan tangan. Kalau kita makmur dan sejahtera keadilan (ekonomi) akan ada di negeri ini," ujarnya.
Sebelumnya, Senin, 9 September 2019 menandai bertambahnya usia SBY ke-70 tahun. Sebelum pidato SBY, Demokrat menggelar doa bersama dalam rangka tahlilan 100 hari Almarhumah Ani Yudhoyono.
Acara tahlilan yang digelar di kediaman SBY di Cikeas, Bogor ini dimulai pada pukul 17.00 dan selesai menjelang Magrib.Pembacaan doa dipimpin oleh Ahmad Yani Basuki Haji Utun.
Acara ini dihadiri oleh sekitar 2000 kader Partai Demokrat. Pantauan Liputan6.com di lokasi, nampak kediaman SBY dipadati oleh tamu yang didominasi berpakaian kebiruan.
Reporter: Yopi Makdori [ray]
Share:

Barisan Politikus yang Mendukung Kekuatan KPK Dipangkas

Barisan Politikus yang Mendukung Kekuatan KPK DipangkasGedung KPK. ©blogspot.com
 DPR telah menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK). Rencana tersebut pun langsung menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat.
Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan lembaga yang dipimpinnya sedang berada di ujung tanduk. Terancam dari sejumlah pihak untuk melemahkan KPK. Salah satunya dengan merevisi UU KPK.
"Kami harus menyampaikan kepada publik bahwa saat ini KPK berada di ujung tanduk, sedang di ujung tanduk," ujar Agus.
Terdapat beberapa poin yang menjadi sorotan, di antaranya ada Dewan Pengawas, izin penyadapan, tak ada lagi penyidik independen dan kewenangan menghentikan penyidikan sebuah perkara.
Walau dianggap banyak pihak bakal melemahkan KPK, revisi tersebut banyak didukung elite politik di tanah air. Berikut para politikus yang mendukung revisi UU KPK:

Fahri Hamzah

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menilai tidak masalah jika Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang UU KPK direvisi. Sebab, kata dia, hal itu perlu dilakukan sebagai check and balances dalam negara demokrasi.
"Sekarang kalau ada amandemen UU KPK dan sebagian kewenangannya dirampas itu enggak ada masalah," kata Fahri di pada wartawan, Minggu (8/9).
Fahri menjelaskan, dalam sistem demokrasi semua lembaga harus memiliki kekuatan yang sama. Maka, lanjutnya, jika ada lembaga yang terlalu kuat harus dilemahkan.
"Dalam teori sistem demokrasi, semua lembaga harus punya kekuatan yang sama dalam konsep check and balances jadi kalau ada lembaga yang terlalu kuat ya memang harus dilemahkan," ujar Fahri Hamzah.

Sekjen PPP Arsul Sani

Salah satu poin yang akan direvisi adalah terkait adanya dewan pengawas KPK. Menurut Sekjen PPP sekaligus anggota Komisi III DPR, Arsul Sani, dewan pengawas KPK diperlukan.
Sebab, selama ini KPK tidak memiliki pengawas internal layaknya lembaga hukum lain seperti lembaga peradilan dengan Komisi Yudisial, Kejaksaan Agung dengan Komjak, polisi dengan Irwasum, Propam, dan Kompolnas.
"DPR punya MKD (Mahkamah Kehormatan Dewan), presiden punya DPR. Kenapa KPK takut untuk diawasi?" ujar Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (6/9).
Arsul menilai, pengawasan KPK oleh DPR hanya pengawasan secara umum. Contohnya, laporan kinerja tahunan KPK saja tidak disampaikan kepada DPR. Menurutnya kewenangan dewan pengawas tidak lebih tinggi daripada pimpinan KPK. Dewan pengawas ini memiliki kewenangan untuk memberikan izin penyadapan, penyitaan, hingga penggeledahan. Kata Arsul fungsi demikian hanya 'pindah' dari pengadilan ke dalam internal karena posisi dewan pengawas berada di KPK.
Selain itu, Arsul menyebut, orang yang menjadi dewan pengawas melalui tahapan seleksi. Tidak serta merta ditunjuk oleh DPR. Dia pun menyarankan jika pengkritik takut dewan pengawas diisi orang titipan, maka lebih baik turut ikut seleksi.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto

Sementara itu, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai revisi UU KPK semangatnya untuk perbaikan. Supaya kinerja KPK semakin baik. Dia mengungkapkan, saat semua fraksi di DPR setuju revisi tersebut, artinya mereka mengambil keputusan melalui evaluasi. Sehingga, fraksi di DPR menilai perlu ada perubahan demi kebaikan.
"Semua dalam semangat untuk perbaikan," katanya dalam keterangannya, Jumat (6/9).
PDI Perjuangan menilai revisi tersebut untuk pengawasan diperkuat dan lebih mengedepankan pencegahan tindak pidana korupsi. Hal tersebut dianggap berjalan dengan pidato presiden Jokowi 16 Agustus lalu.
"Ada juga spirit untuk meningkatkan sinergitas antar lembaga penegak hukum, tapi sekaligus untuk memperbaiki," jelas Hasto.

Politikus Gerindra Desmond J Mahesa

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III, sekaligus politikus Gerindra, Desmond J Mahesa, mengklaim revisi UU KPK bukan untuk melemahkan komisi antirasuah. Menurut Desmond, beberapa pasal yang direvisi bertujuan untuk memberikan kepastian terhadap hukum.
Salah satu yang bakal direvisi adalah terkait penghentian kasus atau SP3. KPK tidak mengenal SP3 karena tidak ada dalam UU KPK. Politikus Gerindra ini menyebut, sebagai negara hukum sepantasnya diberikan kepastian hukum kepada warga negara.
"Dalam negara hukum harus ada SP3 karena ini bicara tentang kepastian hukum. Kalau ada pesan ini melemahkan kan dalam negara hukum harus ada kepastian hukum, kecuali Indonesia UU kita tidak bicara tentang negara hukum," jelas Desmond di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (5/8).
Lebih lanjut Desmond menyebut, terkait pengaturan SP3 dalam UU KPK juga berdasarkan KUHAP. Dalam hukum acara pidana itu diatur tentang penghentian kasus. Desmond mengatakan, dalam revisi dewan pengawas dan penasihat KPK akan lebih konkret. Fungsi itu belum ada saat ini. Terkait siapa yang akan menunjuk nanti akan didebatkan kembali
"Pertanyaannya hari ini ada pengawas KPK enggak di sana, penasihat dan pengawas itu akan kita konkretkan akan kita clear," ucapnya. [dan]
Share:

Indra Utoyo Kaget, Menjabat Ketua Korbid Golkar Tapi Tak Diundang Rapat

Indra Utoyo Kaget, Menjabat Ketua Korbid Golkar Tapi Tak Diundang Rapatindra bambang utoyo. ©2017 Merdeka.com/golkarbali.or.id
 Politikus Golkar, Indra Bambang Utoyo kaget bukan kepalang. Undangan rapat koordinator bidang yang ditekennya dianggap tidak berlaku oleh DPP Golkar.
Sedianya, Indra yang merupakan Ketua Korbid Pemenangan Wilayah Sumatera ingin pimpin rapat Selasa (10/9). Namun, prosedur undangan rapat korbid mendadak diubah.
"Sebagai ketua Korbid Pemenangan Pemilu wilayah Sumatera, aku mengundang rapat Korbid seperti biasa. Tiba-tiba ada kebijakan baru bahwa rapat korbid yang mengundang adalah Sekjen. Jadi undanganku tidak berlaku," kata Indra saat berbincang kepada merdeka.com.
Indra menceritakan, rapat Korbid dengan tanda tangan Sekjen Golkar Lodewijk F Paulus keluar Senin (9/9). Anehnya lagi, kata dia, sebagai ketua Korbid, dirinya malah tidak diundang rapat.
"Kemarin undangan rapat sudah dikeluarkan Sekjen kepada anggota Korbid PP Sumatera, ada 3 orang yang tidak diundang, aku, Andi Sinulingga dan Aroem. Sangat aneh, Ketua Korbid yang biasa memimpin rapat tidak diundang. Ada apa ini? Manajemen cara apa yang dilakukan Airlangga. Apa ini perusahaan? Kita semua pegawai?" tanya Indra.
Dia merasa kebijakan baru ini sangat aneh dan tidak masuk akal. Terlebih, dirinya merasa tidak punya hak mengundang rapat sebagai ketua Korbid.
Apalagi, jika diungkit dari hasil Pemilu 2019, di bawah kepemimpinan Indra Utoyo, hanya wilayah Sumatera yang dapat kursi tambahan untuk Golkar. Sisanya turun.
"Ya kan aneh. Masak saya ketua Korbid gak diundang rapat Korbidnya? Ada apa? Apa aku berbuat salah? Padahal korbid kita yang menyumbang kursi tambahan untuk DPR RI. Coba misalnya kita tidak menambah, tetap 17 kursi Sumatera, mungkin posisi Golkar jadi nomor 3," tutur Indra lagi.
Dia melihat, Golkar di era kepemimpinan Airlangga Hartarto semakin amburadul. Ditambah dengan kebijakan, rapat pleno Golkar harus didahului dengan rapat korbid seperti yang ingin ia jalankan saat ini.
"Golkar bertambah amburadul. Teman-teman minta segera diadakan Rapat Pleno. Lalu dengan alasan harus ada Rapat Korbid dulu, disambung dengan rapat harian baru akan ada rapat pleno," tutup dia. [rnd]
Share:

Recent Posts